Pelaminan Betawi
Rabu, 13 November 2013
Rumah Adat Betawi
1. Rumah Bapang atau sering disebut rumah kebaya. Ciri khas rumah
ini adalah teras rumahnya yang luas disanalah ruang tamu dan bale
tempat santai pemilik rumah berada, semi terbuka hanya di batasi pagar
setinggi 80 cm dan biasanya lantainya lebih tinggi dari permukaan tanah
dan terdapat tangga terbuat dari batubata di semen paling banyak 3 anak
tangga. Depan dan sekeliling rumah adalah halaman rumah yang luas baru
pagar paling luar dari rumah tersebut. Bentuknya sederhana dan terbuat
dari kayu dengan ukiran khas betawi dengan bentuk rumah kotak ( dibangun
diatas tanah berbetuk kotak). Rumah Bapang terdiri dari ruang tamu, ruang keluarga, ruang tidur, kamar mandi, dapur dan teras extra luas.
2. Rumah Gudang. sudah bisa di tebak dari namanya, Rumah adat betawi yang ini berdiri di atas tanah yang berbentuk persegi panjang, rumahnya memanjang depan ke belakang. Atap rumahnya tampak seperti pelana kuda atau perisai, dan di bagian muka rumah terdapat atap kecil.
Rumah Betawi berstruktur rangka kayu atau bambu, sementara alasnya berupa tanah dan di tekel atau di semen. Keunikannya dan ciri khas dari rumah betawi terletak pada lisplank rumah ini adalah terbuat dari material kayu papan yang diukir dengan ornamen segitiga berjajar yang diberi nama ’gigi balang’ khas banget betawinya. Di bagian tengah dari rumah tersebut di pakai sebagai ruang tinggal di dalamnya ada kamar tidur, ruang makan, dapur dan kamar mandi dibatasi dinding kayu tertutup dan beberapa jendela untuk ventilasi udara, di luarnya merupakan terasi-teras terbuka yang dikelilingi pagar karawang rendah yang juga bermaterialkan kayu, genteng untuk atab rumah bermaterialkan tanah. Dinding bagian depan dari rumah ini biasanya bersistem knock down atau bisa di bongkar pasang berguna jika pemilik rumah menyelenggarakan hajatan yang membutuhkan ruang lebih luas.
2. Rumah Gudang. sudah bisa di tebak dari namanya, Rumah adat betawi yang ini berdiri di atas tanah yang berbentuk persegi panjang, rumahnya memanjang depan ke belakang. Atap rumahnya tampak seperti pelana kuda atau perisai, dan di bagian muka rumah terdapat atap kecil.
Rumah Betawi berstruktur rangka kayu atau bambu, sementara alasnya berupa tanah dan di tekel atau di semen. Keunikannya dan ciri khas dari rumah betawi terletak pada lisplank rumah ini adalah terbuat dari material kayu papan yang diukir dengan ornamen segitiga berjajar yang diberi nama ’gigi balang’ khas banget betawinya. Di bagian tengah dari rumah tersebut di pakai sebagai ruang tinggal di dalamnya ada kamar tidur, ruang makan, dapur dan kamar mandi dibatasi dinding kayu tertutup dan beberapa jendela untuk ventilasi udara, di luarnya merupakan terasi-teras terbuka yang dikelilingi pagar karawang rendah yang juga bermaterialkan kayu, genteng untuk atab rumah bermaterialkan tanah. Dinding bagian depan dari rumah ini biasanya bersistem knock down atau bisa di bongkar pasang berguna jika pemilik rumah menyelenggarakan hajatan yang membutuhkan ruang lebih luas.
Dekorasi Rumah Betawi
Kenes - sudah tau kalau rumah betawi itu aslinya namanya rumah kebaya?
Yup.. rumah kebaya atau rumah betawi merupakan rumah khas suku betawi.
sedikit sejarah rumah betawi hasil comot-comot di mbah google, dan website AzkaAnggunArt.Com
Yup.. rumah kebaya atau rumah betawi merupakan rumah khas suku betawi.
sedikit sejarah rumah betawi hasil comot-comot di mbah google, dan website AzkaAnggunArt.Com
Secara keseluruhan rumah-rumah di
Betawi berstruktur rangka kayu, beralas tanah yang diberi lantai tegel
atau semen (rumah Depok). Berdasarkan bentuk dan struktur atapnya, rumah
tradisional Betawi secara garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga
macam yaitu potongan gudang, potongan joglo (limasan) dan potongan
bapang atau kebaya. Masing-masing potongan atau bentuk itu berkaitan
erat dengan pembagian denahnya.
Secara umum rumah Betawi memiliki
serambi bagian depan yang terbuka. Serambi bagian depan ini ada yang
menyebutnya sebagai 'langkan'. Di serambi, jika tidak berkolong,
terdapat bale, semacam balai-balai yang kakinya dipancangkan di tanah.
Di bagian kanan dan kiri serambi terdapat jendela tanpa daun dan
kadang-kadang di bagian atas jendela melengkung menyerupai kubah masjid.
Bahan-bahan yang dipergunakan untuk membangun rumah adalah kayu sawo,
kayu kecapi, bambu, ijuk, rumbia, genteng, kapur, pasir, semen, ter,
plitur, dan batu untuk pondasi tiang. Dan sebagai pengisi sebagian besar
digunakan kayu nangka atau bambu bagi orang-orang yang tinggal di
daerah pesisir. Ada juga orang yang sudah menggunakan dinding setengah
tembok sebagai pengisi. Penggunaan tembok seperti ini adalah pengaruh
dari Belanda.
Di wilayah Betawi terdapat rumah
tradisional yang berkolong tinggi, seperti rumah Si Pitung di Marunda.
Atapnya ada yang berbentuk bapang, joglo, dan lain sebagainya. Di daerah
pinggiran seperti di Kalisari, Pasar Rebo, Jakarta Timur masih dapat
dijumpai rumah-rumah berkolong, tetapi tidak terlalu tinggi seperti
rumah Si Pitung. Rumah-rumah yang merupakan peralihan dari rumah
berkolong ke rumah tanpa kolong terdapat di daerah Pondok Rangon,
Keranggan, danTipar. Lebar kolong kurang lebih 20-30 cm.
Rumah tanpa kolong ada yang berlantai
tanah, tembok, ubin dan batu pipih atau semen. Pada rumah yang beralas
tanah, pengaruh Belanda dapat dilihat dari penggunaan Rorag (terbuat
dari bata) sebagai penghubung antara struktur tegak (baik setengah
tembok maupun dinding kayu/bambu) dengan lantai. Pada rumah panggung
penggunaan alas untuk lantai adalah papan yang dilapisi anyaman kulit
bambu. Pada rumah panggung penggunaan alas untuk lantai adalah papan
yang dilapisi anyaman kulit bambu. Pada rumah yang bukan panggung
dipergunakan tanah sebagai lantai atau menggunakan ubin tembikar (pada
orang kaya setempat), kemudian pada perkembangannya dipergunakan ubin
semen. Penggunaan ubin tembikar dan semen ini merupakan pengaruh
Belanda. Rumah petani yang berkecukupan biasanya terdiri dari tiga
bagian, yaitu bagian inti disebut Paseban atau Belandongan atau dapur.
Struktur atap bangunan tradisional
Betawi memiliki variasi-variasi yang dipengaruhi oleh unsur-unsur dari
luar. Sebagai contoh sekor untuk penahan dak (markis) dan struktur
overstek atau penanggap. Untuk sekor penahan dak selain terbuat dari
kayu, ada pula yang terbuat dari logam yang menunjukkan pengaruh Eropa.
Juga untuk siku penanggap selain kedua variasi dilihat dari aspek
penggunaan bahan, kita juga melihat adanya pengaruh Cina seperti adanya
konstruksi Tou-Kung, khususnya pada rumah-rumah tradisional Betawi di
Angke.
Bangunan inti berfungsi sebagai tempat
tidur keluarga dan letaknya biasanya berseberangan. Pada rumah
tradisional Betawi, di samping jendelanya berdaun biasa, juga diberi
bahan yang kuat seperti batang kelapa atau aren yang sudah tua. Jendela
yang ada di sebelah kanan dan kiri pintu yang menghadap ke paseban atau
langkan ada yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat digeser-geser,
membuka, dan menutup. Jendela seperti itu disebut jendela bujang atau
jendela intip. Selain berfungsi sebagai ventilasi dan jalan cahaya,
jendela juga berfungsi sebagai tempat pertemuan perawan yang punya rumah
dengan pemuda yang datang pada malam hari. Si gadis ada di sebelah
dalam, sedangkan si pemuda ada di luar, dibatasi jendela berjeruji.
Sebelum sampai pada taraf 'ngelancong' yang agak intim, anak perawan
yang bersangkutan cukup mengintip dari celah-celahnya.
Pada rumah tradisional Betawi tidak
dikenal adanya pembagian ruang berdasar jenis kelamin, namun lebih
banyak ditentukan berdasar tuntutan praktis. Rumah tradisional Betawi
ditinjau dari tata letak dan fungsinya, cenderung bersifat simetris, hal
ini dapat dilihat dari letak pintu masuk dan pintu belakang yang
sejajar dan membentuk garis lurus.
Arsitektur Rumah Betawi:
Bentuk tradisional rumah Betawi dengan sifat lebih terbuka dalam
menerima pengaruh dari luar. Hal ini bisa dilihat dari pola tapak, pola
tata ruang dalam, sistem stuktur dan bentuk serta detail dan ragam
hiasnya. Rumah tradisional Betawi tidak memiliki arah mata angin, ke
mana rumah harus menghadap dan juga tidak ada bangunan atau ruang
tertentu yang menjadi orientasi/pusat perkampungan. Pada pemukiman
Betawi, orientasi atau arah mata angin rumah dan pekarangan lebih
ditentukan oleh alasan praktis seperti aksesibilitas pekarangan
(kemudahan mencapai jalan) juga tergantung pada kebutuhan pemilik rumah.
Di atas tapak rumah (pekarangan rumah) selain didirikan beberapa rumah
tinggal (karena adanya pewarisan atau dibeli orang untuk dibangun rumah)
juga dibangun fungsi-fungsi lain seperti kuburan, lapangan badminton,
dsb. Di daerah pesisir, kelampok-kelompok rumah umumnya menghadap ke
darat dan membelakangi muara sungai. Namun tidak tampak perencanaan
tertentu atau keseragaman dalam mengikuti arah mata angin atau orientasi
tertentu.
Berdasarkan tata ruang dan bentuk
bangunannya, arsitektur rumah tradisional Betawi, khususnya di Jakarta
Selatan dan Timur, dapat dikelompokkan ke dalam 3 jenis: (1) Rumah
Gudang; (2) Rumah Joglo; (3) Rumah Bapang/Kebaya. Tata letak ketiga
rumah itu hampir sama, terdiri dari ruang depan (serambi depan), ruang
tengah (ruang dalam), dan ruang belakang. Pada rumah gudang, ruang
belakang secara abstrak berbaur dengan ruang tengah dari rumah sehingga
terkesan hanya terbagi dalam dua ruang, ruang depan dan tengah. Dahulu
ruang depan berisi balai-balai sedang sekarang umumnya diganti kursi dan
meja tamu. Ruang tengah merupakan bagian pokok rumah Betawi yang
berisi kamar tidur, kamar makan, dan pendaringan (untuk menyimpan
barang-barang keluarga, benih padi dan beras). Kamar tidur ada yang
berbentuk kamar yang tertutup tetapi juga ada kamar tidur terbuka (tanpa
dinding pembatas) yang bercampur fungsi menjadi kamar makan. Kamar
tidur terdepan biasanya diperuntukkan anak perempuan si empunya rumah.
Sedang anak laki-laki biasanya tidur di balai-balai serambi depan atau
di masjid. Sedang ruang belakang digunakan untuk memasak dan menyimpan
alat-alat pertanian juga kayu bakar.
Organisasi ruang dan aktivitas dalam
rumah tradisional Betawi sebenarnya relatif sederhana. Tidak ada
definisi fungsi ruang berdasarkan jenis kelamin. Kalaupun rumah dibagi
dalam tiga kelompok ruang yang pada rumah Jawa dan Sunda menyimbolkan
sifat laki-laki, netral, dan wanita, pada rumah Betawi hal itu terjadi
karena tuntutan-tuntutan kepraktisan saja. Tata letak ruang rumah
tradisional Betawi cenderung bersifat simetris. Dilihat dari letak pintu
masuk ke ruang lain dan letak jendela jendela depan yang membentuk
garis sumbu abstrak dari depan ke belakang. Kesan simetris bertambah
kuat karena ruang depan dan belakang dimulai dari pinggir kiri ke kanan
tanpa pembagian ruang lagi. Selain itu rumah tradisional Betawi juga
menganut dua konsep ruang, yang bersifat abstrak dan kongkrit. Konsep
ini diterapkan pada jenis kamar tidur yang tertutup dan terbuka.
Ragam Hias Rumah Betawi:
Ragam hias pada rumah-rumah Betawi berbentuk sederhana dengan
motif-motif geometris seperti titik, segi empat, belah ketupat, segi
tiga, lengkung, setengah bulatan, bulatan, dsb. Ragam bias biasanya
diletakkan pada lubang angin, kusen, daun pintu danjendela, dan tiang
yang tidak tertutup dinding seperti tiang langkan, dinding ruang depan,
listplank, garde (batas ruang tengah dengan ruang depan), tangan-tangan
(skur), dan teras yang dibatasi langkan terbuat dari batu-batu atau
jaro, yaitu pagar yang dibuat dari bambu atau kayu yang dibentuk secara
ornamentik. Merupakan salah satu ungkapan arsitektural yang paling
penting pada arsitektur rumah tinggal Betawi. Ragam hias ditemukan pada
unsur-unsur dan hubungan-hubungan stuktur atau konstruksi seperti sekor,
siku penanggap, tiang atau hubungan antara tiang dengan batu kosta.
Konstruksi tou-kung diadaptasi dari arsitektur Cina dan diterapkan pada
siku penanggap. Bukan saja merupakan prinsip konstruksi tetapi juga
merupakan sentuhan dekoratif. Tiang-tiang bangunan jarang dibiarkan
polos bujur sangkar menurut irisannya tetapi diberi sentuhan akhir pada
sudutnya juga detail-detail ujung bawah (berhubungan dengan batu kosta)
maupun ujung atas (berhubungan dengan penglari dan pengeret) dari tiang.
Dari Belanda dan Eropa dikenalkan skor
besi cor yang cenderung mengadaptasi bentuk-bentuk dari Eropa (art-deeo,
art-noveau, dsb). Namun ragam hias lebih banyak digunakan pada
unsur-unsur bangunan yang bersifat non struktural seperti pada
listplank, pintu, langkan (pagar pada rumah), jendela, garde (bentuk
relung yang menghubungkan ruang
depan dengan ruang tengah), sisirgantung (bidang yang terbuat dari papan yang menggantung di bagian depan rumah), dsb. Pengerjaan ragam hiasnya lebih teliti dan bervariasi. Khusus pemasangan pada garde dan sisir gantung dilakukan sendiri sehingga sering disebut elemen estetis yang utuh. Berdasarkan pola visual yang ditemukan pada rumah Betawi, ragam hias mempunyai nama-nama: Pucuk Rembung, Cempaka, Swastika, Matahari, Kipas, Jambu Mede, Delima Flora, dan Gigi Balang.
depan dengan ruang tengah), sisirgantung (bidang yang terbuat dari papan yang menggantung di bagian depan rumah), dsb. Pengerjaan ragam hiasnya lebih teliti dan bervariasi. Khusus pemasangan pada garde dan sisir gantung dilakukan sendiri sehingga sering disebut elemen estetis yang utuh. Berdasarkan pola visual yang ditemukan pada rumah Betawi, ragam hias mempunyai nama-nama: Pucuk Rembung, Cempaka, Swastika, Matahari, Kipas, Jambu Mede, Delima Flora, dan Gigi Balang.
Pantangan Dalam Pendirian Rumah:
Kepercayaan mengenai larangan dan aturan yang harus dipatuhi saat
pembangunan rumah. Bertujuan supaya penghuni rumah mendapatkan
keselamatan di tempat tinggalnya dan mendapatkan hal-hal yang baik dalam
hidupnya. Beberapa pantangan dan aturan dalam penggunaan bahan
bangunan: Kayu nangka tidak boleh dibuat trampa atau drampol, yaitu
bagian bawah kusen pintu. Sebab ada kepercayaan bahwa orang yang berani
melangkahi kayu nangka bisa terkena penyakit kuning. Kayu cempaka dibuat
untuk kusen pintu bagian atas supaya harum. Ada kepercayaan bahwa
penggunaan kayu cempaka akan membuat penghuni rumah selalu baik-baik dan
disenangi tetangga. Kayu asem tidak boleh dipakai untuk bahan bangunan
rumah
karena akan menganggu hubungan dengan tetangga.
karena akan menganggu hubungan dengan tetangga.
Ada pula pantangan untuk membuat atap
rumah dari tanah karena tanah tempatnya di bawah. Jadi kalau ditempatkan
di atas atap berarti penghuni rumah terkubur tanah. Pemilik rumah juga
dilarang untuk menempati bangunan yang belum dipasangi jendela dan
pintu.
Dalam menentukan tempat untuk mendirikan
rumah ada beberapa ketentuan yang bersifat umum, yaitu (1) tidak boleh
mendirikan rumah di atas tanah yang dikeramatkan; (2) tempat rumah untuk
anak yang berkeluarga harus berada di sebelah kiri orang tua karena
kalau menantunya mendirikan rumah di sebelah kanan orang tua bakal
"tidak kuat", artinya keluarga anak tersebut akan sakit-sakitan atau
susah rejeki.
Langganan:
Postingan (Atom)